Jumat, 10 April 2009

puisi rusia

ALEXANDER SERGEJEWITSJ PUSHKIN
Kepada penyair

Pantangan, penyair, mengharap sanjung ‘rang ramai.
Riuh tepuk mereka sebentar mati gemanya;
Lalu kaudengar putusan timbangan Pak Tolol
Dan ketawa khalayak yang bikin hati patah;
Tapi seandainya kau teguh, tak guncang dan sederhana,
Rajalah engkau dan nasib raja hidup sendiri.
Batin bebas didiri berseru padamu: Teruskan!
Sempurnakan kuntum indah dari mimpi-mimpimu
Tapi jangan harap puji atas buah ciptamu.
Puji berakar di batin ; hakimnya engkau sendiri
Dan ambil putusan terkeras terhadap diri sendiri
Tapi, andai kau puas , biar itu kawanan menggongong,
Peduli mereka meludah dinyala siar mimbarmu
Dan pada tarian asap menyan dari kulitmu

Elegi
Seperti akibat anggur memberat
Gairah hidup yang mati dari hari-hariku menggila;
Dan seperti anggur yang kian tua kian keras
Lebih berat masa silam itu pada kejatuhanku.
Jalanku suram-suram. Laut masa depan yang menggemuruh
Hanya membawa alamat bagiku : banting dan duka lara..
Tetapi wahai teman, aku tidak inginkan mati!
Aku mau hidup, mimpi dan bertarung lagi!
Dirancah sudah,takut dan sengsara.
Aku tahu, aku akan mengecap suka-ria.
Aku akan mabuk sekali lagi di puncak dewata,
Digugah mencucurkan air mata oleh renungan punyaku sendiri,
Dan mungkin bila duka penghabisan mendekat datang,
Baru cinta dan senyum-pamitan menggilai menang.

Nabi
Jiwa sengsara karena dahaga rahmat
Kembara daku di gurun tandus
Di simpang jalan tiba-tiba terlihat
Muncul bidadari bersayap enam;
Mataku disentuh jarinya menegelus
Seperti mimpi datang di larut malam
Terkejut laksana mata rajawali
Terbuka nyelang dititis ilham
Tatkala telingaku diraba jari tirus halus
Kudengar segala getaran dicakrawala
Para bidadari melintas di langit tinggi
Hingga serangga nan bergerak di dasar samudera
Serta anggur yang lilit membelit kayu
Dan tatkala ia menjamah mulutku
Direnggutkannya lidahku yang penuh dosa
Dari segala tipu dan pongahnya;
Maka diantara bibirku yang telah lena
Dipasang suatu ganti yang mulia
Serta darah bergelimang diantara jarinya
Demi pedangnya meruntas membelah dadaku
Hatiku yang gemetar dirampas pula
Dan di ruang dadaku yang ternganga
Ditaruh bara hidup menyala
Sepantun ‘rang mati terlentanglah daku
Di padang pasir, hingga Tuhan datang berseru:
Bangkitlah, nabi, dengarkan firmanku
Penuhi hatimu dengan hikmahku
Arungi daratan dan lautan mara
Dan cetuskan api katamu di hati manusia!

MIKHAIL YURYAWITJ LERMONTOV

Layar di laut

Putih layar itu dan sepi
Pada biru abadi berkabut
Lari dari apa di pangkalan sendiri?
Apa dicari dalam yang baru?

Ombak-ombak menggila dan angina melulung
Dan tiang-tiang gemeretakan
Saying!ia bukan m’luputi sial
Pun bukan memburu kemujuran

Dan dibawahnya : arus , gelombang, lazwardi,
Di atsanya : dada emas mentari
Tapi ia, pemberontak-mengajak badai
Seakan ada damai di dalam badai.

Ode atas kenmatian Pusjkin

“Ayoh kamu, turunan yang angkuh dan tidak bermalu
Kaulumuri nama baik bapak-bapakmu,
Kamu, yang terdamapar kemari tidak punya apa-apa
Selain kepingan nama yang agung diselamatkan kesempatan
Kamu, khalayak lapar yang berkerumun sekitar mahkota
Algojo kemerdekaan, orang ulung, dan kemegahan
Kamu bersembunyi di balik lindungan undang-undang
Di depan kamu, hukum dan keadilan diharusakan bisu!
Tetapi wahai lintah darat , bagimu menanti kadar Tuhan
Suatu putusan yang menyeramkan
Tidakkan dapat ia kaucapai dengan emas berderingan
Yang tahu segala muslihatmu sebelumnya, bahkan juga perbuatanmu
Dan sia-sialah kamu memanggil saksi mati
Yang haram yang menolongmu lagi;
Juga tidak dengan segala noda darahmu yang membeku
Kamu akan menghapus darah-pujangga yang suci.”

Badik

Kau sungguh kekasihku, badikku putih-baja
Teman berkilau dan dingin
Ditempa anak Jorja yang ngidam dendam,
Diasah anak sirkas Perkasa.

Tangan yang mesra, dalam manis pamitan,
Memberikan dikau, penanda sejenak pertemuan;
Dapun darah bgelimantang pada logammu,
Tangis bersinar-mutiara pilu.

Dan para mata hitam berpaut pada pandangku
Nampaknya seakan dilinangi sedih cair;
Bagai matamu cerah, dimana nyala gemetar,
Mereka cepat redupnya, lalu gemilang.

Kau bakal lama teman seiringku!
Nasihati daku sampai saat ajalku!
Aku mau jiwaku nanti keras dan setia,
Seperti dikau, temanku berantung baja

SEMEN YAKOWLEWITSJ NADSON

Sanjak

Sahabatku, saudara,manusia yang lesu dan siksa
Siapa juga engkau, janganlah putus asa.
Walau merajalela dusta dan kejahatan
Di ini bumi yang bersimbah tangis,
Walau cita-cita leluhur kita cemas dan kandas,
Walau tak bersalah, darah kita tumpah, yakin,ya, yakinlah:
Datang saatnya baal nanti mesti mati,
Saat kasih kembali bersinar mewaras!

Wahai sahabatku! Tidak, bukannya mimpi cakrawala terang
Bukan harapan yang sia-sia belaka, lihat sekeliling,
Betapa sang jahat memerintah di malam pekat.
tapi dunia telah jemu sengsara dan ejekan,
Bosan perlombaan waras dan sia-sia.
Dan dengan tangis berlinang dan do'a di kalbu
Ia nanti nengadah pada kasih abadi.

FYODOR SOLOGUB

Ya, luhur musik dari laguku

Ya, luhur musik dari laguku;
Gema keluhan memenuhnya,
Nafas pahit dir jauh mengejangnya
Dan tak bungkuk punggungku di bawah cambuk.

Kabut-kabut hari menimpa senja.
Pencapai tanah janjian, akupun ikut.
Sia-sia jalan yang ditelan bayang.
Dunia bangkit sekitarku bagai dinding.

Kadang dari negeri jauh itu, bisikan
Sia-sia, guruh jauh laiknya.
Dapatkah pupus sakit lama yang lesi
Dalam lama menunggu sesuatu ajaib?

KONSTANTIN DIMITRIWITSJ BALMONT

Pintu Gerbang

Dua kelana yang lesu mengetok di pintu gerbang.
Lama mereka mengetok, keras-keras dan tabah.
Bulan, lintas gumpalan kabut, sedih memandang
Mereka di bawah; malampun sepi tiada berdesah.

Waktu terhenti, tapi tak hentinya malam buta
Mendorong batas sampai merangkum khatulistiwa.
Telah kering tenaga di tangan mereka yang luka.
Namun, berat dan bisu, gerbang belum membuka.

Tetap saja tutup pintu gerbang yang dikunci,
Bungkem, dingin dan angkuh: bukitbatu laiknya.
Si penegmbara dua-dua gemetarn serta pasi,
Bagai kabut mengambang dalam caya purnama.

Dan tahun-tahunpun senyum atas gagal mereka.
Dan telah istirah keduanya di pangkuan pertiwi
Sekalipun ratusan tahun pelahan berlalu,
Hasrat mereka menyala seperti merah pagi.

IWAN SAWWITSJ NIKITIN

Semalam di suatu kampung

Hawa kesak, asap rabuk penggergajian.
Kotoran meliput segala.
kaki dan bangku kotor: sarang lawa-lawa
Penghias dnding.
Berpara asap setiap sudut gubuk,
Roti dan air, apak.
Tukang tenun batuk-batuk,kanak-kanak bertangisan-
Larat dan sengsara semata
Kerja seumur hidup: apa dapat dihabiskan,
Lalu kekkuburan si miskin.
Akh sia-sia menuntut ajaran ini:
"Yakinlah jiwaku, beranilah!"

ALEXANDER BLOK
Nukilan dari: Yang duabelas
Malam hitam.
Salju putih.
Angin!Angin
Yang berhembus seantero bumi Tuhan.

Angin sedang menyalin
Salju putih,
Saudara es menjenguk dari bawah.
Tertarung dan sempoyongan,
Manusia jatuh tergelincir dan jatuh
Tuhan kasihan dengan semua.

Angin memcut di simpang jalan
Dan dingin menggigit sampai ketulang.
Dengan hidung sembunyi di leher baju,
Seorang borjuis berdiri sendirian.

Dan siapa gerangan menyintak rambutnya panjang
Dan seakan menyesali, menggerutu.
"Durjana!
Rusia mati?"

ILYA EHRENBOURG

Sanjak

Kaukata aku telah bunuh diri. Itu
Temperau dan cemburur. Paris
Buka jean de Nivelle, bukan aku, anjingnya.
Betapapun, dari hidup suatu hayat tak pupus:;
Aku hidup di sana, di mana, abu-abu dan tua,
Suatu hutan laiknya,
Kota besar itu mengiingar dan menyanyi.
Bahkan bahagia sungguh remeh di sana,
Kata di sana mewaras dan merest,
Orgel biadab di bawah jendela
Meratap dan kemerdekaan tertawa.
Maafkan, aku hidup di rimba itu,
Aku selamat menempuh segala, aku telah hidup,
Dan sampai dikubur aku terus bawa
Kabut-kabut besar Paris.

WLADIMIR MAYAKOWSKY

Jangan jamah Tiongkok1

Jangan jamah Tiongkok!
Perang,
Puteri imperialism,
Mengendap-endap jalannya,
Hantu yang mengarungi dunia.
Sorakkan, hai buruh: Jangan jamah Tiongkok!

Hai Macdonald,
Jangan sertai
Kmplotan dan ngaco dengan pidato.
Pulanglah kapal-kapal penempur!
Jangan jamah Tiongkok!

Di pelosok-pelosok perwakilan,
Rajaraja takut-takutan
Dan duduk rapi, menenun jarring tipu-dayanya
Kami kan sapubersih itu jarring-jaring lawa-lawa
Jangan jamah Tiongkok!

Kuli ,
Pantangkan tarik mereka yang adem duduk dalam becakmu,
Luruskan punggung!
400 juta, kau bukan kawanan hewan.
Pekikan putera Tiongkok:
Jangan jamah Tiongkok!
Telah saatnya kau-usir
kaum pemeras itu.
Lemparkan mereka dari dinding raksasa Tiongkok!
Kami senang
menolong
mereka yang diperbudak
dalam berjuang ,
mengejar, dan mengasuh mereka
Kami bersama kamu. Putera-puteri Tiongkok!
Kaum buruh,
Basmi perampok
malam, tembakan sebagai roket
semboyanmu berapi:
Jangan jamah Tiongkok!

dapat dari buku terbitan balai pustaka, puisi dunia....ap gt lupa.
hidup Rusia

Senin, 16 Maret 2009

By A. Pushkin

1829

If I walk the noisy streets,
Or enter a many thronged church,
Or sit among the wild young generation,
I give way to my thoughts.

I say to myself: the years are fleeting,
And however many there seem to be,
We must all go under the eternal vault,
And someone's hour is already at hand.

When I look at a solitary oak
I think: the patriarch of the woods.
It will outlive my forgotten age
As it outlived that of my grandfathers'.

If I caress a young child,
Immediately I think: farewell!
I will yield my place to you,
For I must fade while your flower blooms.


Each day, every hour
I habitually follow in my thoughts,
Trying to guess from their number
The year which brings my death.


And where will fate send death to me?
In battle, in my travels, or on the seas?
Or will the neighbouring valley
Receive my chilled ashes?

And although to the senseless body
It is indifferent wherever it rots,
Yet close to my beloved countryside
I still would prefer to rest.


And let it be, beside the grave's vault
That young life forever will be playing,
And impartial, indifferent nature
Eternally be shining in beauty.